BOGOR – Presiden RI Prabowo Subianto menandai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 dengan janji besar: seluruh sekolah di Indonesia akan mendapat bantuan televisi dari pemerintah untuk percepatan digitalisasi pendidikan. Janji itu disampaikan langsung dalam sambutannya di SDN Cimahpar 5, Kota Bogor, Jumat (2/5/2025).
“Saya ingin ada digitalisasi sekolah-sekolah. Kita akan taruh layar-layar televisi di tiap sekolah kita,” ucap Prabowo.
Menurutnya, layar televisi bisa jadi media efektif untuk menghadirkan materi pelajaran dari para pengajar terbaik, terutama bagi sekolah-sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang sering kali kekurangan guru berkualitas.
Pemerintah menargetkan distribusi dimulai dua bulan ke depan dan rampung pada pertengahan 2026. Namun di tengah gembar-gembor teknologi, muncul pertanyaan: apakah layar televisi cukup untuk menjawab keruwetan masalah pendidikan Indonesia?
Infrastruktur dasar di banyak daerah 3T—mulai dari listrik yang tak stabil hingga akses internet yang minim—masih menjadi penghambat utama. Belum lagi, beban para guru honorer yang belum tersentuh reformasi menyeluruh.
Prabowo pun berencana mengumpulkan ratusan guru terbaik untuk mengajar dari sebuah studio terpusat, lalu menayangkan pengajarannya ke seluruh sekolah di Indonesia. Ia menyebut ini sebagai cara membantu sekolah-sekolah yang kekurangan tenaga pengajar. “Ini membantu guru-guru di semua sekolah,” ujarnya singkat.
Namun, kebijakan ini tak lepas dari sorotan. Model pengajaran satu arah dari studio bisa saja tak sesuai dengan kebutuhan lokal dan interaksi langsung yang esensial dalam pendidikan dasar.
Di acara yang sama, Prabowo juga meluncurkan empat program pendidikan dalam kerangka Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC): rehabilitasi sekolah, digitalisasi pendidikan, bantuan untuk guru honorer, serta dukungan pendidikan bagi guru yang belum bergelar D4 atau S1.
Langkah-langkah ini menjadi penanda awal komitmen pemerintahan Prabowo di sektor pendidikan. Namun publik menanti, apakah ini sekadar manuver pencitraan di awal periode atau benar-benar akan menyentuh akar persoalan pendidikan nasional. (*)



